8:44 PM

Belajar Mengakui Kesalahan

Manusia bukanlah malaikat.Siapa pun bisa melakukan kesalahan kepada sesamanya.


Abi Hurairah (semoga Allah meridoinya) berkata, telah bersabda Rasulullah Saw., “Barangsiapa pernah melakukan kezaliman terhadap saudaranya, baik menyangkut kehormatannya maupun sesuatu yang lain, maka hendaklah dia minta dihalalkan darinya hari ini, sebelum dinar dan dirham tidak berguna lagi (hari kiamat). (Kelak) jika dia mempunyai amal saleh, akan diambil darinya seukuran kezalimannya. Dan jika dia tidak mempunyai kebaikan (lagi), akan diambil dari keburukan saudaranya (yang dizalimi) kemudian dibebankan padanya.” (H.R. Al-Bukhari)

Pada edisi yang lalu telah dijelaskan mengenai satu akhlak Rasulullah Saw. dalam berinteraksi dengan para sahabat. Rasul takut menghadap Allah dalam keadaan membawa dosa kezaliman kepada sesama manusia. Di edisi ini, kembali akan dijelaskan akhlak terpuji lainnya yang biasa Rasul tampakkan ketika berinteraksi dengan para sahabat.

Kedua, Rasulullah Saw. mengajari kita untuk berani mengakui kesalahan.

Ini adalah tindak lanjut dari sikap takut membawa dosa kezaliman saat berjumpa dengan Allah. Kita dianjurkan untuk memiliki sikap berani mengakui kesalahan dan kemudian meminta maaf. Dalam hadits di atas, Rasulullah Saw. memerintahkan, “Barangsiapa pernah melakukan kezaliman terhadap saudaranya baik menyangkut kehormatannya maupun sesuatu yang lain, maka hendaklah dia minta dihalalkan darinya hari ini, sebelum dinar dan dirham tidak berguna lagi (hari kiamat).”

Kezaliman tidak hanya dilakukan oleh seorang penguasa kepada rakyatnya atau seorang pemimpin kepada bawahannya. Setiap orang mempunyai celah untuk melakukan kezaliman kepada sesamanya.

Kezaliman bisa dilakukan oleh lidah atau tangan. Kata-kata yang menyakitkan, menistakan, memprovokasi, dan mengklaim hanya dirinya yang berjasa (dan menggap orang lain tidak punya kebaikan) adalah kezaliman. Tangan yang menyengsarakan, menghilangkan hak orang lain, serta meruskan adalah kezaliman.

Muslim sejati adalah orang yang tidak pernah menzalimi orang lain, baik dengan lidah maupun dengan tangannya sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Orang muslim (sejati) adalah orang yang orang-orang muslim lainnya selamat dari (gangguan) lidah dan tangannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Manusia bukanlah malaikat. Siapa pun bisa melakukan kesalahan kepada sesamanya. Jika hal itu terjadi, sikap terbaik yang diajarkan Rasulullah Saw. adalah segera meminta maaf. Itulah yang dilakukan Abu Badzar terhadap Bilal (semoga Allah meridoi mereka) dalam kisah berikut.

Pada suatu hari, Abu Dzar Al-Ghifari terlibat percekcokan dengan Bilal. Karena kesal, Abu Dzar berkata, “Engkau juga menyalahkanku wahai anak perempuan hitam?” Mendengar dirinya disebut dengan anak perempuan hitam, Bilal tersinggung, sedih, dan marah. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada Rasulullah Saw. Beliau kemudian menasihati Abu Dzar, “Hai Abu Dzar, benarkah engkau mencela Bilal dengan (menghinakan) ibunya? Sungguh dalam dirimu ada perilaku jahiliyah.”

Mendengar nasihat Rasulullah Saw. itu, Abu Dzar tersadar dari kesalahannya. Segera ia menemui Bilal. Abu Dzar kemudian meletakkan pipinya di tanah seraya mengatakan, “Aku tidak akan mengangkat pipiku dari tanah hingga kau injak pipiku ini agar engkau memaafkanku.” Namun Bilal tidak memanfaatkan momentum ini untuk membalas dendam. Bilal malah berkata, “Berdirilah engkau, aku sudah memaafkanmu.” Begitulah Abu Dzar dengan mudah dan berani mengakui kesalahan yang ia lakukan bukan dengan sengaja untuk menghinakan Bilal.

Sikap seperti itulah yang seharusnya ada pada diri kita saat kita berinterkasi dengan pihak lain, terutama orang-orang terdekat kita seperti suami, isteri, anak, orangtua, saudara, dan seterusnya. Orang yang tidak belajar mengakui kesalahan tidak akan belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Source

0 komentar: